Lama sekali tidak menulis. Terlalu asyik
belajar bersama dinamika kehidupan sampai-sampai lupa menuliskannya. Entahlah..
Campur aduk sekali rasanya dalam pekan-pekan ini, terutama pasca menyelesaikan
kursus Bahasa Inggris. Bahkan tak ada ide ingin menuangkan apa untuk
diceritakan karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi saat ini, sebelum kaki
kembali merantau di Jawa bagian lain pada Agustus nanti. Dua yang utama adalah
bagaimana menyelesaikan buku bacaan yang telah ditarget agar kebiasaan membaca
si ‘Neurotic Reader’ ini
perlahan-lahan hilang, sehingga ilmu yang diserap tidak setengah-setengah. Lalu,
bagaimana menggantikan sebagian peran ibu di rumah yang ternyata sungguh
menguras waktu dan tenaga, but i really
enjoy it.. (Ini baru sebagian peran sebagai ibu, belum sepenuhnya menjadi
seorang ibu sungguhan, hehe.. Bisa dibayangkan collapse-nya seperti apa kelak bila tak punya bekal ilmu menjadi
seorang ibu, karena menjadi ibu haruslah multitasker).
Terlalu lama merantau semenjak lulus
kuliah dan terlalu asyik dengan dunia organisasi, juga lelahnya adalah lelah
berjejaring, kini baru benar-benar merasakan bahwa menjadi ibu adalah hal yang
tidak mudah. Saat ini adalah pekan terlama berada di rumah sejak 2012 menjelajah
keluar sangkar. Biasanya kurang dari satu bulan kaki sudah harus melangkah lagi
untuk melihat dunia. Anaknya haus akan terbang karena sejak kecil hingga
menginjak usia 23 tahun selalu berada aman di zona nyaman, hangat di pelukan
orang tua. Jadi, begitu melihat celah untuk mengepakkan sayap, maka kesempatan
itu tak boleh disia-siakan. That’s why..
Ada kekaguman yang tak pernah putus terhadap sosok ibu. Betapa sabarnya beliau
mengurus kami, mengurus keluarganya. Dikaruniai empat orang putri (Sekarang
tinggal tiga karena kakak telah berpulang ke Rahmatullah pada 2008 lalu karena
sakit) yang ketiganya aktif di organisasi kampus pada saat kuliah, hingga
sekarang kami telah dewasa dan satu telah berkeluarga, sisanya pun masih dan
akan terus punya kesibukan sendiri, ibu tak pernah lelah mengurus kami. Yang
lebih membuat kagum adalah selelah-lelahnya ibu mengurus keluarga dan sekarang
pun statusnya masih bekerja sebagai PNS hingga dua tahun mendatang, beliau tak
pernah mengeluh. Hal itu yang membuat malu diri ini bila baru lelah
sedikit saja setelah mengerjakan beberapa pekerjaan rumah lantas mengeluh.
Kenapa harus mengeluh? Ibu yang seumur hidupnya saja terus bekerja melayani
bahkan tak pernah keluar sedikitpun keluhan ketika lelah. Akankah putri-putrinya
ini bisa seperti ibu kelak? Sangat berharap diri ini mampu mewarisi kesabaran
ibu dalam mengurus rumah tangga.
Apa sebenarnya poin yang ingin
saya tulis di sini?
Adalah sebuah cerita yang ingin dikaitkan
dengan yang namanya kehidupan berumah tangga. Belum pernah mengalami langsung
bagaimana rasanya berumah tangga, bukan pula seorang psikolog yang memahami
betul bagaimana menyelesaikan permasalahan rumah tangga, saya hanya belajar dan
memetik hikmah dari pengalaman menjadi saksi hidup para istri semenjak saya
duduk di bangku Sekolah Dasar, tepatnya ibu-ibu rumah tangga yang keluarganya
penuh dinamika. Beberapa keluarga yang pernah melintasi perjalanan hidup saya
selama masa pendewasaan diri, banyak hal pahit yang saya lihat langsung maupun hanya mendengarnya dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ada sosok ibu yang
begitu sabar menghadapi permasalahan, yang sebaliknya pun ada (Tak bisa
dipungkiri, bahwa berumah tangga adalah bukan hanya manisnya saja yang
dirasakan. Karena ini adalah wadah untuk meng-upgrade kapasitas suami dan istri, maka tak heran bila
problematikanya pun beragam sebagai ajang untuk terus melatih diri, berproses
menjadi lebih baik). Dari banyak permasalahan dalam rumah tangga, satu yang
masih mengusik benak saya adalah apabila seorang laki-laki dikaruniai sosok
istri yang begitu sabar, sangat sabar dan taat serta telah memenuhi hak-hak
suaminya, lalu selama hidupnya ia sering berkata-kata kasar terhadap istrinya,
maka bisa dipastikan pemahaman agamanya minim. Bagaimana mungkin seorang suami
tega melakukan hal tersebut jika mereka paham bahwa Rasulullah SAW begitu
lembut terhadap istri-istrinya bahkan tak pernah membentak maupun mencaci
mereka? Bilapun marah, Rasul hanya diam memalingkan muka kemudian pergi sejenak
menjauhi istri-istrinya. Tak sampai berteriak atau memukul. Lalu bila para
suami itu berkata, “Kami kan bukan Nabi SAW yang sangat sabar”, Wait.. Para istri
yang kalian perlakukan seperti itu namun tetap sabar dan taat serta terus
memenuhi hak-hak kalian, mereka bukan pula salah satu dari istri Nabi SAW, tapi
mereka mencoba menjadi yang terbaik dan terus bersabar. Tidak sadarkah para
suami itu atas dosa-dosa yang mereka perbuat? Entahlah.. saya tak pantas
menghakimi. Hanya begitu tersentuh menyaksikan para istri yang begitu sabar dan
tidak mengeluh terus melayani suaminya yang sering melukai. Semoga menjadi
ladang pahala bagi para istri yang terus bersabar dalam ketaatan hanya untuk
mencari ridha Allah SWT.
Dibesarkan di sekitar para ibu yang luar
biasa, mendorong diri ini untuk belajar problematika rumah tangga semenjak
duduk di bangku mahasiswa. Diri sendiri bahkan sempat sulit percaya terhadap
laki-laki karena khawatir diperlakukan serupa. Masih ada bekas-bekas luka yang
belum sembuh di dalam sini karena menyaksikan pahitnya kehidupan rumah tangga
di sekitar sejak saya kecil. Dan saat itu merasa sulit mencari role model keluarga di sekitar saya yang bisa dijadikan panutan (Hanya ada satu keluarga yang menurut saya ideal untuk saya belajar dari mereka
bagaimana membangun kehangatan dalam sebuah keluarga, dan saya telah belajar banyak
dari mereka hingga saat ini).
Ilmu rumah tangga dan parenting selalu
menjadi hal yang menyenangkan untuk dipelajari. Bagaimana tidak, beberapa pengalaman pahit semenjak kecil akhirnya menuntut diri ini untuk kelak
membangun sebuah keluarga yang benar-benar sakinah mawaddah wa rahmah. Telah
banyak hal dari dinamika rumah tangga yang ditelan begitu saja karena belum
mumpuni dalam menyelesaikannya dan ingin diperbaiki bila diri ini diberi
kesempatan menjadi seorang istri dan ibu nantinya. Terus berdoa kepada Sang
Pemberi Cinta, agar nantinya diberikan pasangan yang shalih dan sabar, dan
dijadikan pula diri ini sebagai pasangan yang shalihah dan sabar karena
menyadari bahwa berumah tangga adalah mengurai kesabaran, kesabaran yang tidak
ada batasnya. Ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, jadikanlah kami
termasuk hamba-MU yang istiqomah dalam ketaatan dan berikanlah kesabaran yang
tiada habisnya jika diberi kesempatan untuk membangun rumah tangga, jadikanlah
kami istri-istri yang shalihah dan sabar sehingga mampu mencetak generasi yang
kelak membuat Nabi SAW bangga dengan banyaknya umat beliau yang taat dan berada
pada jalan lurus-MU semasa hidupnya, Aamiin Ya Rabbal Alamin..
Semarang, 24 Juli 2015