Wednesday, December 28, 2016

Semoga kelak Allah mampukan

Lama sekali tidak menulis. Terlalu asyik belajar bersama dinamika kehidupan sampai-sampai lupa menuliskannya. Entahlah.. Campur aduk sekali rasanya dalam pekan-pekan ini, terutama pasca menyelesaikan kursus Bahasa Inggris. Bahkan tak ada ide ingin menuangkan apa untuk diceritakan karena ada beberapa hal yang harus dipenuhi saat ini, sebelum kaki kembali merantau di Jawa bagian lain pada Agustus nanti. Dua yang utama adalah bagaimana menyelesaikan buku bacaan yang telah ditarget agar kebiasaan membaca si ‘Neurotic Reader’ ini perlahan-lahan hilang, sehingga ilmu yang diserap tidak setengah-setengah. Lalu, bagaimana menggantikan sebagian peran ibu di rumah yang ternyata sungguh menguras waktu dan tenaga, but i really enjoy it.. (Ini baru sebagian peran sebagai ibu, belum sepenuhnya menjadi seorang ibu sungguhan, hehe.. Bisa dibayangkan collapse-nya seperti apa kelak bila tak punya bekal ilmu menjadi seorang ibu, karena menjadi ibu haruslah multitasker).

Terlalu lama merantau semenjak lulus kuliah dan terlalu asyik dengan dunia organisasi, juga lelahnya adalah lelah berjejaring, kini baru benar-benar merasakan bahwa menjadi ibu adalah hal yang tidak mudah. Saat ini adalah pekan terlama berada di rumah sejak 2012 menjelajah keluar sangkar. Biasanya kurang dari satu bulan kaki sudah harus melangkah lagi untuk melihat dunia. Anaknya haus akan terbang karena sejak kecil hingga menginjak usia 23 tahun selalu berada aman di zona nyaman, hangat di pelukan orang tua. Jadi, begitu melihat celah untuk mengepakkan sayap, maka kesempatan itu tak boleh disia-siakan. That’s why.. Ada kekaguman yang tak pernah putus terhadap sosok ibu. Betapa sabarnya beliau mengurus kami, mengurus keluarganya. Dikaruniai empat orang putri (Sekarang tinggal tiga karena kakak telah berpulang ke Rahmatullah pada 2008 lalu karena sakit) yang ketiganya aktif di organisasi kampus pada saat kuliah, hingga sekarang kami telah dewasa dan satu telah berkeluarga, sisanya pun masih dan akan terus punya kesibukan sendiri, ibu tak pernah lelah mengurus kami. Yang lebih membuat kagum adalah selelah-lelahnya ibu mengurus keluarga dan sekarang pun statusnya masih bekerja sebagai PNS hingga dua tahun mendatang, beliau tak pernah mengeluh. Hal itu yang membuat malu diri ini bila baru lelah sedikit saja setelah mengerjakan beberapa pekerjaan rumah lantas mengeluh. Kenapa harus mengeluh? Ibu yang seumur hidupnya saja terus bekerja melayani bahkan tak pernah keluar sedikitpun keluhan ketika lelah. Akankah putri-putrinya ini bisa seperti ibu kelak? Sangat berharap diri ini mampu mewarisi kesabaran ibu dalam mengurus rumah tangga.

Apa sebenarnya poin yang ingin saya tulis di sini?

Adalah sebuah cerita yang ingin dikaitkan dengan yang namanya kehidupan berumah tangga. Belum pernah mengalami langsung bagaimana rasanya berumah tangga, bukan pula seorang psikolog yang memahami betul bagaimana menyelesaikan permasalahan rumah tangga, saya hanya belajar dan memetik hikmah dari pengalaman menjadi saksi hidup para istri semenjak saya duduk di bangku Sekolah Dasar, tepatnya ibu-ibu rumah tangga yang keluarganya penuh dinamika. Beberapa keluarga yang pernah melintasi perjalanan hidup saya selama masa pendewasaan diri, banyak hal pahit yang saya lihat langsung maupun hanya mendengarnya dalam kehidupan rumah tangga mereka. Ada sosok ibu yang begitu sabar menghadapi permasalahan, yang sebaliknya pun ada (Tak bisa dipungkiri, bahwa berumah tangga adalah bukan hanya manisnya saja yang dirasakan. Karena ini adalah wadah untuk meng-upgrade kapasitas suami dan istri, maka tak heran bila problematikanya pun beragam sebagai ajang untuk terus melatih diri, berproses menjadi lebih baik). Dari banyak permasalahan dalam rumah tangga, satu yang masih mengusik benak saya adalah apabila seorang laki-laki dikaruniai sosok istri yang begitu sabar, sangat sabar dan taat serta telah memenuhi hak-hak suaminya, lalu selama hidupnya ia sering berkata-kata kasar terhadap istrinya, maka bisa dipastikan pemahaman agamanya minim. Bagaimana mungkin seorang suami tega melakukan hal tersebut jika mereka paham bahwa Rasulullah SAW begitu lembut terhadap istri-istrinya bahkan tak pernah membentak maupun mencaci mereka? Bilapun marah, Rasul hanya diam memalingkan muka kemudian pergi sejenak menjauhi istri-istrinya. Tak sampai berteriak atau memukul. Lalu bila para suami itu berkata, “Kami kan bukan Nabi SAW yang sangat sabar”, Wait.. Para istri yang kalian perlakukan seperti itu namun tetap sabar dan taat serta terus memenuhi hak-hak kalian, mereka bukan pula salah satu dari istri Nabi SAW, tapi mereka mencoba menjadi yang terbaik dan terus bersabar. Tidak sadarkah para suami itu atas dosa-dosa yang mereka perbuat? Entahlah.. saya tak pantas menghakimi. Hanya begitu tersentuh menyaksikan para istri yang begitu sabar dan tidak mengeluh terus melayani suaminya yang sering melukai. Semoga menjadi ladang pahala bagi para istri yang terus bersabar dalam ketaatan hanya untuk mencari ridha Allah SWT.

Dibesarkan di sekitar para ibu yang luar biasa, mendorong diri ini untuk belajar problematika rumah tangga semenjak duduk di bangku mahasiswa. Diri sendiri bahkan sempat sulit percaya terhadap laki-laki karena khawatir diperlakukan serupa. Masih ada bekas-bekas luka yang belum sembuh di dalam sini karena menyaksikan pahitnya kehidupan rumah tangga di sekitar sejak saya kecil. Dan saat itu merasa sulit mencari role model keluarga di sekitar saya yang bisa dijadikan panutan (Hanya ada satu keluarga yang menurut saya ideal untuk saya belajar dari mereka bagaimana membangun kehangatan dalam sebuah keluarga, dan saya telah belajar banyak dari mereka hingga saat ini).

Ilmu rumah tangga dan parenting selalu menjadi hal yang menyenangkan untuk dipelajari. Bagaimana tidak, beberapa pengalaman pahit semenjak kecil akhirnya menuntut diri ini untuk kelak membangun sebuah keluarga yang benar-benar sakinah mawaddah wa rahmah. Telah banyak hal dari dinamika rumah tangga yang ditelan begitu saja karena belum mumpuni dalam menyelesaikannya dan ingin diperbaiki bila diri ini diberi kesempatan menjadi seorang istri dan ibu nantinya. Terus berdoa kepada Sang Pemberi Cinta, agar nantinya diberikan pasangan yang shalih dan sabar, dan dijadikan pula diri ini sebagai pasangan yang shalihah dan sabar karena menyadari bahwa berumah tangga adalah mengurai kesabaran, kesabaran yang tidak ada batasnya. Ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, jadikanlah kami termasuk hamba-MU yang istiqomah dalam ketaatan dan berikanlah kesabaran yang tiada habisnya jika diberi kesempatan untuk membangun rumah tangga, jadikanlah kami istri-istri yang shalihah dan sabar sehingga mampu mencetak generasi yang kelak membuat Nabi SAW bangga dengan banyaknya umat beliau yang taat dan berada pada jalan lurus-MU semasa hidupnya, Aamiin Ya Rabbal Alamin..



Semarang, 24 Juli 2015 

No comments:

Post a Comment