Ada sense tersendiri yang aku rasakan setiap
bertemu dengan seorang tukang becak, terutama yang sudah sangat tua atau sepuh. Mungkin ini karena memori saat
kecil masih melekat, saat menyaksikan bapak atau ibu yang selalu ramah dengan
seorang tukang becak. “Kasihan nduk sudah
nganter jauh, ditambah saja”. Kata-kata itu membekas. Bapak atau ibu sering
mengingatkan ketika dulu aku atau adik-adik bepergian sedang tidak berkendaraan,
pasti menggunakan becak karena belum ada bus khusus masuk ke kompleks rumah
kami pada saat itu, jadi kalau berjalan kaki dari pertigaan jalan raya cukup
melelahkan meskipun sebenarnya tidak terlalu jauh, apalagi naik becak harganya
sangat terjangkau. Beberapa waktu ini aku sedang sering menggunakan becak untuk
bepergian, dan kenangan masa kecil itu muncul kembali. Setiap akan naik becak,
aku selalu memilih tukang becaknya terlebih dahulu. Biasanya yang ingin aku temukan adalah sosok yang sudah sepuh dan nampak masih sehat. Tahukah kenapa?
Saat duduk
di dalam sebuah becak yang dikayuh oleh sosok yang sudah sepuh, biasanya
beliau-beliau suka mengobrol, dan memberikan nasehat soal kehidupan. Aku suka
suara bapak-bapak tua yang telah makan asam garam kehidupan begitu meneduhkan
dan mengayomi. Seperti sedang dinasehati oleh mbah kakung yang hanya satu tahun sekali kutemui di desa saat hari
lebaran. Dari sini semakin belajar menjadi pendengar yang baik.
Saat duduk di dalam sebuah becak yang dikayuh oleh sosok yang sudah sepuh, aku sering kena harga
yang sangat sewajarnya, sehingga rasa tidak tega untuk memberi hanya sewajarnya
itu muncul sekalipun jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh. Ini ampuh
melembutkan hati, terutama bagi yang cukup arogan akan cinta seperti hati si
penulis cerita ini.
Saat duduk di dalam sebuah becak yang dikayuh oleh sosok yang sudah sepuh, tahukah ada apa? Engahan
nafas dan cucuran keringatnya membuatku mengingat kembali bahwa, begitu sering
kufur nikmatnya diri ini. Kurang bersyukur dengan segala kemudahan dan nikmat
yang telah Allah SWT berikan. Tidak perlu merasa kesusahan mencari makan,
sementara di belakang tempat aku duduk menikmati semilir angin, ada sosok yang
untuk mencari sesuap nasi bagi keluarganya saja membutuhkan perjuangan panjang
dan berat. Dari sini aku belajar untuk semakin bersyukur dengan hal-hal yang
kecil dan sewajarnya.
Saat duduk
di dalam sebuah becak yang dikayuh oleh sosok yang sudah sepuh, aku merasakan suasana
damai yang tidak akan didapat oleh para pengguna angkutan umum yang
berdesak-desakan diantara kemacetan. Tak kutemukan keangkuhan di diri beliau. Dibalik kulit yang
terbakar dan telah dimakan usia, yang nampak adalah sosok bijaksana. Tenang. Turut kurasakan sekitarku damai, jauh dari hiruk pikuk kebosanan.
Saat duduk
di dalam sebuah becak yang dikayuh oleh sosok yang sudah sepuh, sungguh ada sense tersendiri yang entah sulit lagi
kulukiskan. Hanya rasa nyaman tanpa beban yang kurasakan, menikmati perjalanan
singkat namun sarat makna. Ada ketulusan di setiap kayuhannya, di setiap engah nafasnya, di setiap kalimat yang digulirkannya...
Bapak tukang
becak, terimakasih atas setiap kayuhan dan engahan nafas yang telah membuatku banyak belajar, membuatku tertampar malu. Terimakasih atas berbagi
cerita dan nasehat dari kemampuan langka yang bapak miliki. Terimakasih atas bekal
kehidupan untuk perjalananku kedepan. Bekal yang dapat kugenggam sampai aku
menemukan cinta hingga menginjak senja. Kelak aku bisa ajarkan kepada anak-cucuku untuk menjadi pribadi yang lebih rendah hati itu caranya sederhana, salah satunya adalah dengan mengenalkan mereka kepada tukang becak yang baik, sesederhana itu. Agar mereka dapat melihat bahwa ada sosok-sosok tangguh dari segi yang berbeda, dari sekitar yang bahkan tak terjamah. Ingin kusampaikan, profesi bapak sungguh menginspirasi saya, membuat saya malu, seorang sarjana yang justru bukan laksana padi semakin berisi semakin merunduk, tak mampu memiliki kerendah-hatian seperti bapak, yang sederhana namun penuh ketekunan.
Tahukah bahwa, semua tukang becak itu
menurutku baik, entah kenapa, karena aku selalu dipertemukan dengan tukang
becak yang baik. Kalau ada yang terkadang bertemu dengan tukang becak yang kurang
baik, mungkin tukang becak yang sering kutemui adalah mutiara terpendam, pasti bisa ditemukan kalau kita mau mencari, memilahnya. Semoga
semua bapak tukang becak yang baik selalu dalam lindungan Allah SWT, Amin.
Bapak tukang
becak, andalah padi itu :)
Terinspirasi dari para tukang becak yang dengan ramah telah mengantarkan saya di sekitar jalan Malioboro Yogyakarta, dan seorang lagi yang saya temukan di salah satu sudut kota Kediri (Bapak yang indigo, terimakasih telah menemani saya yang sedang terdampar sendirian dini hari menunggu bus sejak 01.30-03.30 di gardu pos satpam daerah kepolisian kota tersebut. Tanpa bertemu sebelumnya, bapak seperti telah mengenal saya sejak saya kecil, nasehat-nasehat itu akan membekas. Jasa bapak tak terlupakan. Semoga bapak selalu sehat).
Nb. Kondisi ini tidak bisa dibandingkan dengan tukang becak yang ada di kota besar dengan tuntutan biaya hidup yang tinggi ;)
No comments:
Post a Comment