Ini menjadi pengalaman pertama, bersama semesta saya turut menyaksikan langsung
kelahiran seorang bayi perempuan mungil di sebuah tempat yang kami sebut ‘sisi lain dari republik’ kita, pedalaman
Sumatera bagian Selatan dengan hutan sawit dan karet pada sebuah desa di bantaran sungai Lalan, Desa Kepayang, Kabupaten Musi Banyuasin.
Saya mengikuti proses kelahiran bayi tersebut, dari kontraksi rendah sampai
yang tertinggi, lalu bayi keluar dari rahim ibu, teriakan tangisnya karena menyentuh hawa dingin
bumi untuk pertama kalinya memecah ketegangan dalam bilik sederhana berlantai
kayu tersebut. Seorang ibu bertaruh nyawa ketika melahirkan bayi. Sempat gemetar saat
melihat sang Ibu menjalani
detik-detik melahirkan. Lebih dari satu jam saya
melihat ibu kontraksi, dan itu sudah terjadi sejak pukul 23.00 semalam. Ibu yang mendampingi putrinya melahirkan pun nampak pucat. Manajemen
panik saya diuji melihat beberapa orang tegang. Hati mencoba tetap tenang,
mengendalikan diri untuk tidak ikut panik. Di tempat bertugas, pengendalian
diri menjadi hal yang terus-menerus diuji, namun menjadi tidak terlalu sulit lagi setelah 9 bulan
ditempa di Sekolah Kepemimpinan ini. Sambil turut memegangi ibu, saya
mencoba tenang disamping bidan desa yang membantu proses kelahirannya. Sekitar 90 menit kami menunggu, hingga tibalah waktunya.
“Allahu Akbar…
Subhanallah…”, kata-kata itulah yang pertama kali
terucap dari bibir saya ketika mata ini melihat langsung seorang bayi
dilahirkan ke dunia. Ya, posisi saya tepat berada di depan sang ibu, tepat di hadapan tempat lahirnya bayi tersebut. Bersyukur, semuanya
berjalan lancar, ibu beserta bayinya selamat dan sehat. Masih gemetar, namun ada
rasa haru ketika saya menyaksikan kejadian luar biasa tersebut. Inilah salah
satu kebesaran Illahi yang baru pertama kalinya saya saksikan langsung.
Seorang bayi yang masih suci lahir ke dunia.
Maha Besar Allah, 24 Maret 2014 sekitar pukul 10.00
WIB, bersama semesta saya turut menjadi saksi kebesaran Illahi. Banyak
pembelajaran hidup yang saya peroleh semenjak saya bertugas di Desa Kepayang.
Pengalaman ini menjadi moment yang tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup.
Bagi saya yang tidak punya latar belakang pendidikan di bidang Kesehatan, tentu
kesempatan bisa menyaksikan proses kelahiran bayi ini menjadi hal yang langka.
Kesempatan yang tidak pernah bisa dibeli. Dan lagi-lagi saya belajar banyak tentang hidup dan perjuangan. Bagaimana seorang ibu berjuang untuk anaknya, bagaimana seorang ibu Kartina nampak tetap tenang membantu proses kelahiran sambil menghibur mereka yang panik, lalu beberapa ibu-ibu warga desa bergiliran menengok dan menjaga, juga belajar ketelatenan ibu Kartina melayani warga.
Terimakasih ibu Kartina, salah satu dewan guru SDN Kepayang yang sekaligus
menjadi bidan desa, telah mengijinkan saya untuk ikut mendampingi ibu membantu
proses kelahiran seorang bayi. Ibu sangat paham bahwa saya telah lama menanti saat-saat untuk menyaksikan ibu membantu proses kelahiran bayi. Kesempatan itu telah membunuh rasa penasaran
saya akan sesuatu yang belum pernah saya alami dan saksikan langsung. Hanya
bisa kutitipkan salam rindu kepada ibu melalui angin yang membawa damai, masuk
ke celah-celah jendela rumah ibu yang terletak di tengah hutan dan tepi sungai.
Sungguh, saya rindu es kacang jahe buatan ibu, rindu nasehat ibu yang sering
membuat mata saya berkaca-kaca, rindu peluk cium ibu yang menghangatkan (Ya, ibu Kartina sering mencium kening dan pipi saya setiap saya berpamitan untuk pergi ke kota dan menitipkan anak-anak didik saya kepada beliau). Semoga
ibu Kartina sehat-sehat disana bu, semakin berjasa bagi warga desa, dan Allah SWT selalu melindungi ibu :)
Kepayang, April 2014.
No comments:
Post a Comment